STOP KRIMINALISASI TERHADAP DOKTER INDONESIA DI INDONESIA

Hari ini sepertinya hari yang begitu bersejarah bagi dokter-dokter Indonesia di Indonesia....
Mereka melakukan aksi solidaritas terhadap rekan sejawatnya yang 'diduga' mengalami bulying oleh hukum di Indonesia atau bahasa kerennya di kriminalisasikan.
Oleh karenanya hari ini hampir di seluruh Indonesia, dokter-dokter Indonesia di Indonesia menolak tindakan kriminalisasi terhadap dokter Indonesia di Indonesia.
Saya menurunkan tulisan ini bukan membahas dari pandangan hukum ataupun politis, terlebih tulisan ini mencoba menceritakan bagaimana kehidupan dokter Indonesia di Indonesia langsung dari TKP....hehehe.
Ya, syukur alhamdulillah ayah saya berprofesi sebagai dokter umum Indonesia di Indonesia, dan istri saya berprofesi sebagai dokter spesialis kandungan Indonesia di Indonesia.
Sepertinya ada yang janggal ya dari tulisan saya dari awal paragraf, kenapa saya menyebutkan 'dokter Indonesia di Indonesia'?
Ini untuk menunjukkan identitas asal dokter tersebut yaitu dari lulusan Fakultas Kedokteran Universitas di Indonesia dan dokter tersebut bekerja/dinas di wilayah teritori Indonesia. Tentunya hal ini akan sedikit membedakan antara dokter bukan berasal dari Universitas di Indonesia alias lulusan Luar Negeri gitu lho yang bekerja/dinas di wilayah teritori Indonesia.
Insya Alloh tulisan ini tidak bermaksud mendeskriditkan siapa pun.

Ayah saya adalah seorang dokter umum Indonesia yang mengawali karirnya di Puskesmas desa Paninggaran, selanjutnya di Puskesmas desa Kesesi, kabupaten Pekalongan. Setiap hari dari pagi sampai sore bekerja di Puskesmas, dan terkadang kalo bapak tidak capek sore hingga malam praktik di rumah. Seringkali rumah kami diketuk orang tengah malam, karena mau berobat. Saya ingat sekali kehidupan seperti itu terjadi di tahun 1980-an. Tak jarang ada orang yang memanggil bapak untuk mengobati pasien di rumah pasien yang letaknya di 'ujung dunia', untuk mencapainya pun penuh dengan perjuangan, naik sepeda ontel, nyebrang sungai, belum lagi tahun segitu belum ada listrik, sehingga kemana-mana bawa baterai senter atau lampu kapal. Ditambah lagi ketemu dengan ular di jalan, karena jalanan masih bebatuan dan dikanan kiri masih banyak semak belukar. Serem rasanya. Tapi bapak begitu ikhlasnya menolong orang/mengobati orang bahkan tak jarang pulang ke rumah tidak membawa upah hasil mengobati orang tapi bawa jagung atau beras atau buah-buahan atau kelapa. Saya sangat kagum dengan beliau yang alhamdulillah sampai sekarang beliau masih semangat untuk mengobati orang. Kami sebagai bagian keluarganya hanya bisa mensupport dan mendoakannya bahkan kadang kami berusaha melarang bapak untuk berangkat ke pelosok kalo medannya sulit, namun bapak tidak pernah menolak untuk menolong/mengobati orang karena alasan beliau simpel, kasihan orang yang sudah menjemput dia jauh-jauh ke sini. Kami tidak bisa melarang beliau untuk pergi.
Di rumah, Ibu, kakak2 saya dan saya hanya bisa merelakan keberangkatan bapak dan mendoakannya. Luar biasa pengabdian beliau untuk dunia kesehatan. Saya rasa tidak ada profesi lain yang begitu mulianya seperti ini. Saya sekarang ini merasakan perjuangan yang saya lakukan belum apa-apa dibandingkan dengan profesi yang bapak jalani. Tidak kenal lelah, letih dan tidak kenal waktu bahkan waktu untuk keluarganya harus dinomorduakan demi menolong/mengobati orang. Saya tidak yakin kalo saya disuruh menjalani seperti yang bapak lakukan, bakalan sanggup. Apalagi pengacara dan jaksa, kayaknya gak mungkin mereka mau tinggal didaerah yang sedemikian tertinggalnya. Hehehe. Sorry ya yang profesi pengacara dan jaksa silakan tersinggung. Bukan apa-apa karena saya pun punya bukti yaitu saudara ipar bapak saya ada yang profesinya jaksa dan beliau mantan Kajati lho, jadi bukan main-main. Dia sendiri yang memuji bapak saya sedemikian hebatnya karena dia gak bakalan mau menjalani seperti itu. Hehehe.
Kita lanjut ya.....
Waktu libur hari minggu dan hari besar, saya dan kakak2 termasuk yang paling cemas karena seringkali acara bepergian sekeluarga batal total karena bapak harus menolong orang di ujung desa. Kata bapak, setiap pekerjaan ada konsekuensinya dan keluarga bapak pun harus rela menanggung konsekuensi-konsekuensi dari profesi bapak termasuk sulit sekali liburan bareng bapak.
Semua waktunya beliau darmabaktikan untuk menolong orang lain meskipun terkadang tidak dibayar.
Kira-kira kebayang bukan profesi dokter di daerah terpencil seperti apa? Kami baru di daerah pelosok di Jawa Tengah (sekarang Kesesi sudah maju) sudah 'menderita', apalagi para dokter yang berjuang di pulau-pulau terpencil. Dan gaji bapak pun sering dibayarkan telat oleh negara ini bahkan kadang di rapel, nah kira-kira profesi mana yang mau di'begini'kan sama negara? Tapi bapak dan teman-teman bapak tidak pernah mengeluh. Beliau-beliau ini adalah dokter-dokter dan para medis yang hebat. Yang kebangeten itu ya yang ngegaji para dokter dengan sering telat udah itu dibawah angka hidup layak (saya pinjam istilah dari UMP ya). Coba deh kalo dibalik situasinya, kira-kira mau atau tidak?
Itulah secuil cerita tentang dokter Indonesia di Indonesia, oiya bapak saya merupakan lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.
Kira-kira dokter-dokter lulusan Luar Negeri atau asing, mau gak ya menjalani profesinya seperti yang dijalani bapak saya?
Kayaknya kok gak mungkin ya.....hehehe. Jangan tersinggung ya, yang ini saya juga punya bukti yaitu saya sendiri. Gini-gini saya lulusan terbaik dari Department of Chemical Engineering, Nagoya University, Japan lho. Meskipun saya bukan dokter, namun dengan alasan saya gak mau menjalani kehidupan profesi di pelosok/daerah tertinggal, makanya saya sekolah di Luar Negeri. Mentalitas lulusan luar negeri berbeda dengan lulusan Indonesia, sekolah di luar negeri begitu nyaman. Laboratorium lengkap, peralatan komplit, penelitian tinggal jalanin. Lulusan Indonesia harus mikir dan kreatif dengan peralatan seadanya harus nge-Lab dan penelitian. Sekarang ini saya ini termasuk kena penyakit syndrome Luar Negeri, kerasa banget ketika menjalani program Doktor/S3 saya di UI, progress riset gak maju-maju alias mandeg ditambah dua Professor Promotor dan Co-promotor udah kesel saja sama saya kayaknya. Hehehe.
Saya acungin jempol buat para lulusan Indonesia yang hebat-hebat dengan segala keterbatasan fasilitas tapi bisa ditambah tempat bekerja yang penuh heroik seperti tempat bekerja bapak saya.

Bagaimana dengan profesi istri saya?
Istri saya merupakan lulusan fakultas kedokteran Universitas Indonesia dan menyelesaikan spesialisasi kandungan juga di FKUI. Lulus dokter, dia bekerja di RS Pertamina Dumai, hanya satu tahun terus lanjut spesialis kandungan. Sekarang praktek di daerah Depok dan Cibubur. Kehidupan yang kami jalani meskipun kami tidak tinggal di desa seperti bapak saya, namun penuh dengan heroik dan perjuangan juga. Tak jarang tengah malam disaat-saat kita sedang tidur nyenyak, istri saya dibangunkan oleh suara dering telpon dari rumah sakit karena ada persalinan yang harus dia tolong.
Kadang sehari bisa kerjaannya cuman nungguin orang mau bersalin dan nolong persalinan. Dan tentunya keluarganya dibuatnya BETE. Acara-acara bepergian bareng sekeluarga sering kena interupsi karena nolong orang. Awal-awal saya sempat protes kalo tengah malam istri harus berangkat ke rumah sakit, 'kenapa gak suruh dokter lain aja yang nolong', istri saya menjelaskannya dengan terisak-isak karena merasa saya gak ikhlas mengijinkan dia pergi 'pasien ini tanggung jawab dia, gak boleh sembarangan lempar ke dokter lain, kita harus menghormati pasien dan keluarganya'. Akhirnya saya ikhlaskan, dan sekarang kami sudah terbiasa. Tak jarang anak-anak kami protes karena sang bunda pergi menolong persalinan, akhirnya saya jelaskan dan saya ajak anak-anak jalan-jalan. Bahkan baru-baru ini saya jalan hanya dengan dua anak saya (dua-duanya cowok) untuk liburan ke Jogja, ke Magelang trus ke Pekalongan. Sering terdengar omongan disekeliling, 'ih kasihan banget si bapak itu ngurusin anak dua, istrinya kemana tuh', tapi saya sudah cuek karena semua itu adalah konsekuensi atas pilihan yang saya pilih. Istri saya berprofesi sebagai dokter spesialis kandungan dan sudah seharusnya sikap saya sebagai suami mensupport dia dan mengayomi anak-anak disaat sang bunda sedang bertugas.

Saya rasa banyak berita-berita miring tentang profesi dokter ini karena mereka tidak tahu dan mereka tidak pernah menjalaninya bahkan mungkin terlibat menjadi salah satu bagian keluarganya juga tidak.
Pekerjaan mereka sangat berisiko karena menyangkut keselamatan seseorang/nyawa orang namun harus disadari oleh semua pihak bahwa urusan nyawa adalah hak prerogatif Alloh Swt. Itulah yang namanya qodho dan qodhar. Kita mengimani qodho dan qodhar, tapi ketika kita ditimpa musibah kehilangan anggota keluarga kita menyalahkan orang lain yang memang diluar kuasanya bahkan menyalahkan Alloh Swt. Naudzubillah min dzalik.
Lihat lagi diri ini betapa kecilnya kita dan betapa tidak kuasanya kita, karena semua ini adalah milik Alloh Swt.
Tentunya tidak ada niatan dari para dokter untuk 'membunuh' pasien, lagi-lagi soal kematian adalah hak prerogatif Alloh Swt. Ada banyak jalan dan banyak cara untuk mati dan yang tahu hanyalah Alloh Swt bagaimana cara kita nanti menghadap-Nya.

Kalau kita mengimani kitab-kitab Alloh Swt, bahkan telah ditunjukkan oleh Alloh Swt melalui nabi Isa a.s. tentang pengobatan terhadap orang yang sakit demikian juga banyak dalil-dalil yang menerangkan bagaimana Rosullullah SAW mengobati orang sakit, sehingga tentunya profesi dokter/medis yang mengobati orang yang sakit adalah profesi yang dimuliakan di mata Alloh Swt.

Semoga tulisan ini menjadi ibroh dan bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

"STOP KRIMINALISASI DOKTER INDONESIA DI INDONESIA"




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjadi Perusahaan Yang Barokah dan Rizki Melimpah Halalan Thoyiban (Bagian Kedua)

Alhamdulillah di terminal waktu 36 tahun (8.11.77 ~ 8.11.13). Luruskan Niat Sempurnakan Ikhtiar